Unexpected Person
Lelaki yang kerap dipanggil Gerald itu memasukan recorder kecil ke saku jaketnya. Tak lupa ia menyiapkan kamera di dalam tasnya yang tidak sepenuhnya ditutup rapat supaya dapat merekam kejadian di hadapannya. ”Ini gue agak lebay ga, sih? Udahlah, yang penting gue dapet bukti yang konkrit,” batin lelaki itu.
Gerald menuju ke lokasi yang telah disepakati bersama. Sengaja ia datang 10 menit sebelumnya supaya dirinya bisa mempersiapkan segalanya dengan matang. Saat memasuki restoran—lokasi tujuannya—kakinya berhenti bergerak. Tubuhnya membeku seketika. Gerald menatap tak percaya melihat seseorang yang duduk di tempat yang telah ia reservasi, bukanlah sosok yang ia duga.
Wanita yang mengenakan off shoulder blouse berwarna putih dipadukan dengan celana side stripe jeans biru dongker, menoleh ke arah Gerald dan melemparkan senyuman termanis yang pernah Gerald lihat. Tatapan wanita itu sangat teduh. Gerald yang semula berniat ingin membantai—dalam istilah lain—sosok yang bernama Carly, kini ia mengurungkan niatnya.
“Halo! Hi?” Carla menyapa Gerald yang terlihat mematung di hadapannya.
“Eh? Sorry sorry, halo.” Gerald segera menarik kursi persis di depannya dan duduk di sana.
Duduk berhadap-hadapan dengan Carla membuat hati pria itu hangat. Aroma vanila yang dipancarkan dari wanita itu masuk ke indra penciuman Gerald. Rencananya memang gagal, tetapi lelaki itu tidak kesal. Sama sekali tidak. Ia bahkan bersyukur karena bisa berdua dengan Carla. Namun, jika seperti ini, ia khawatir waktu yang diberikan kakaknya habis sehingga ia tidak bisa membuktikan bahwa Carla bukanlah sosok yang kakaknya kira.