supermarket
Matahari mulai tergelincir, Carla bersiap untuk pergi ke pasar swalayan—yang lokasinya bisa dibilang jauh dari rumahnya. Ia menyalakan mesin mobil dan mulai menginjak pedal gas perlahan.
Dengan kecepatan sedang, Carla menikmati waktu sendirinya di jalan. Tak lupa gadis itu memutar lagu kesukaannya—Summertime by Niki. Jari telunjuk gadis itu mengetuk-ngetuk setir mobil mengikuti irama lagu.
Sesampainya di pasar swalayan, Carla tidak mengambil keranjang karena ia hanya belanja sedikit. Ia pergi ke arah bagian face wash terlebih dahulu. Setelah mendapatkan barangnya, Carla melangkah ke bagian obat-obatan. Ia menilik satu per satu barang di depannya. Gadis itu tidak familiar dengan bagian obat-obatan karena ia jarang pergi ke tempat itu. Ketika ia menemukan titipan ibunya, Carla segera mengambil barang tersebut.
Tap
“Eh? Sorry…”
Di saat yang sama, ada seseorang yang juga mengambil obat herbal itu. Ketika tangan mereka bersentuhan, Carla refleks menarik tangannya ke arah dirinya dan ia sedikit membungkukkan badannya untuk mengucapkan permintaan maaf.
“Iya… maaf juga, ya?” Orang tersebut menghentikan ucapannya sejenak dan memerhatikan lawan bicaranya. “Carla?”
Carla sedikit terkejut mendengar orang tersebut mengenali dirinya. Gadis itu memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat wajah seseorang di hadapannya.
“Ini gue,” ucap orang tersebut seraya melepaskan tudung hoodie yang ia kenakan.
Carla menyipitkan kedua matanya. “Gerald?” tebak gadis itu.
“Yup! Akhirnya kita ketemu.”
“Hm? Maksudnya?” tanya Carla heran.
“Eh engga…engga. Maksudnya udah lama ga ketemu gitu hehe.” Gerald menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia terlihat salah tingkah di depan gadis itu.
“Mau beli TolakAngin juga?” ucap Gerald sembari memberikan produk tersebut kepada Carla.
“Iya, makasih.” Carla meraih barang yang sudah diulurkan ke arahnya.
“Lu suka minum ini, ya?”
“Bukan gue, tapi papsky gue, tuh, dikit-dikit masuk angin, jadi dia sering minum ini.”
Mereka berdua berbincang-bincang sambil berjalan menuju kasir. Saat keduanya sudah membayar belanjaan masing-masing, mereka berpamitan satu sama lain.
Carla sudah menjalankan mobilnya, disusul oleh Gerald dari belakang. Lelaki itu sengaja berada di belakang Carla untuk memastikan gadis itu selamat sampai tujuan.
Tak lama, Carla menyadari hal tersebut. Ia meminggirkan mobilnya dan membuka kaca. Kepalanya dikeluarkan sedikit menghadap ke belakang.
“GERALDDDD NGAPAINNN?” Carla sengaja berteriak supaya suaranya terdengar.
Gerald memajukan kepalanya dan mencoba membaca bibir gadis tersebut. Ia tidak bisa mendengar perkataan Carla barusan. Kepalanya sudah dikeluarkan ke jendela mobil.
“KENAPAAA? GA DENGERRR.”
Carla segera turun dari mobil dan berjalan ke arah Gerald. Gerald, yang menyadari gadis itu melangkah ke arahnya, segera turun dari mobil.
“Lu ngapain? Kok ngikutin gue?” tanya Carla tanpa basa basi.
“Ohhh… ga, kok. Kan gue pulang ke arah yang sama.”
“Bukannya rumah lu deket sekolah?”
“Hah? Kok tau?”
“Tau lah, kan gue sering liat lu pas pulang.”
Wajah Gerald seketika memerah, ia merasa malu sekaligus salah tingkah karena Carla ternyata memerhatikan dirinya.
“Oh gitu. Berarti gue ke arah mana dong?”
“Lah, kok nanya gue?”
“Terus nanya ke siapa?”
“Peta.”
“Haha lucu juga lu.”
“Apaan, sih?” Carla mendengus sembari melayangkan pukulan ringan ke lengan Gerald.
“Udah makan belom? Gue laper, nih. Ada rekomendasi tempat makan ga di sekitar sini? Ya… berhubung ini deket rumah lu gitu. Pasti tau lah tempat makan yang top markotop.”
Carla berpikir sejenak, tiba-tiba muncul sebuah ide di otaknya. “Ada! Makanannya enak, tapi ga tau lu suka tempatnya apa engga.”
“Kalo ada lu mah gue suka-suka aja.”
“Pardon?”
“Kagaa. Ayo lah gas ke sana, keburu gue pingsan kelaperan, nih.”