His Comfort
Sudah 4 hari Helmi dirawat di rumah sakit, tetapi ia masih belum siuman. Gita sudah merasa sedikit putus asa ketika melihat adiknya yang terbaring tidak berdaya itu. Ingin sekali Gita menghubungi orang tuanya dan memberikan kabar mengenai Helmi, tetapi handphone miliknya sudah tidak bisa menyalah lagi karena kehabisan baterai. Tidak ada hiburan di sana, yang ia lakukan hanyalah menatap ke arah luar jendela untuk melihat keramaian di halaman rumah sakit atau terkadang ia mengganti bunga di ruangan itu ketika sudah layu. Setiap Brian atau Niko berkunjung, timbul perasaan senang dari dalam dirinya. Pasalnya gadis itu jadi memiliki teman untuk mengobrol. Gita sangat berterima kasih kepada kedua orang tersebut karena merekalah yang selalu menjaga dan merawat dirinya dikala si empunya badan tidak memedulikan keadaannya.
“Git?”
“Hm?”
“Helmi masih belom sadar?”
“Belum nih.” Gita menunduk sambil memainkan jari jemari Helmi. Dingin. Ia merasakan dingin di telapak tangan Helmi. Hatinya sakit sekali melihat keadaan Helmi yang tidak kunjung membaik. “Helmi, kalo lo bangun, nanti gue kabulin apa aja yang lo mau. Gue janji.” Air mata mulai mengalir membasahi kedua pipi Gita. Brian yang melihatnya miris segera memberikan sehelai tisu kepada wanita di hadapannya. Brian yang tidak tega melihat gadis itu menangis, mencoba menenangkannya. “Git, dia bakal bangun. Percaya sama gue.” Kedua lengan Brian meraih tubuh perempuan di depannya, ia merengkuh torso Gita untuk didekapnya, supaya membuat gadis itu nyaman. Brian mengelus lembut pucuk kepala gadis itu dan mengeratkan pelukannya, “Dia ga bakal ninggalin lu, gue pun juga.”
Seketika rasa hangat menjalari tubuh Gita. Ia merasa tenang didekapan pria itu. Ia bisa merasakan aroma manis yang menguar dari badan Brian. Rasanya Gita tidak ingin melepaskan tubuhnya dari pelukan lelaki itu, ia terlanjur nyaman di sana sampai akhirnya ia melihat jari telunjuk Helmi bergerak perlahan.