Serotonin Booster

Andini yang baru saja keluar dari kamarnya dikejutkan oleh gelak tawa riang dari ruang tamu. Gadis itu mempercepat langkah kakinya—tak sabar melihat apa yang sedang terjadi. Langkahnya terhenti ketika melihat kedua orang tuanya serta Liam sedang bersenda gurau bersama Ezra. Tanpa disadari, sebuah senyum terukir di wajah cantik gadis itu. Jika diingat-ingat Ezra memang sangat dekat dengan keluarganya, bahkan ketika mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungannya, Ezra terkadang masih bertukar kabar dengan orang tuanya serta Liam.

“Ngobrolin apa, sih? Kayanya seru banget,” seru Andini sembari menghampiri Ezra.

“Eh, pemeran utamanya dateng,” sahut Ibu Andini.

“Noona, liat deh! Dikasih pc Winter.” Liam menyeringai sembari menunjukkan semua photocard yang baru saja ia terima dari Ezra.

“Kamu kok dandan lama banget, sih? Kasian tuh si Ezra nunggu lama,” ucap Ayah Andini sembari mengangkat dagunya ke arah Ezra.

“Gapapa kok, Yah. Liat tuh si Andini kan sekarang jadi cantik banget, walaupun udah dari lahir cantik sih,” gombal Ezra sembari tersenyum bangga melihat betapa cantiknya penampilan Andini saat ini.

Andini tidak heran perihal Ezra memanggil orang tuanya “Ayah” dan “Ibu” karena memang orang tuanya yang menyuruh Ezra untuk seperti itu. Yang ia heran adalah keluarganya lebih dekat dengan Ezra daripada dirinya.

“Aku sama Andini berangkat dulu ya, Yah, Bu.”

“Pamit dulu, Yah, Bu, Dek.”

Sebelum Ezra dan Andini pergi, tak lupa mereka mencium kedua tangan orang tua Andini.

Bro, gue pergi dulu, ya.” Ezra mengadukan kepalan tangannya dengan Liam.


Sebelum Ezra turun dari mobil, ia mengenakan masker dan topi untuk melindung wajahnya supaya tidak dikenali orang-orang di sana. Andini melirik sekilas sembari terkekeh. “Duh, susah banget, ya, jadi orang terkenal.”

Ezra membalas ucapan Andini dengan tawa kecil. “Tunggu dulu, An.”

“Kenapa?”

Lelaki itu tidak menjawab, ia segera turun dari mobil dan pergi ke arah Andini. Ezra membukakan pintu Andini dan membantu gadis itu turun dari mobil.

“Ya ampun, Zra. Kirain apa. Thanks ya, gentleman,” ledek Andini.

Keduanya berjalan dengan tangan—yang sesekali—bersentuhan satu sama lain. Ingin sekali rasanya Ezra menggenggam tangan Andini saat itu, tetapi ia tidak ingin mengambil risiko jika Andini tidak nyaman atau jika ada penggemarnya yang menyadari kehadirannya.

“Zra, liat deh. Lagu lu diputer di toko itu. Cari sepatunya di situ aja, yuk.”

Ezra meratapi punggung Andini yang berjalan menjauhi dirinya. Melihat Andini bersemangat dan bahagia cukup menghangatkan hati Ezra yang sudah lama beku tanpa kehadiran gadis itu di sisinya. Kini Ezra berjanji untuk tidak akan membuat kesalahan seperti dahulu dan akan selalu membuat gadis itu bahagia.