Pulang

Mobil sedan hitam masih terparkir rapih sendirian di basement. Tidak nampak mobil lain di sana. Hampir semua orang sudah pulang. Gita yang berhasil menemukan mobil itu langsung berlari kecil menghampirinya. Dimas yang menyadari kehadiran Gita segera membukakan pintu untuk perempuan itu.

“Silakan, nyonya.”

“Hahaha apa sih, Dim? Gue bisa buka sendiri tau!” ujar Gita seraya masuk ke dalam mobil tersebut.

“Gimana tadi penampilan gue?”

“Keren banget. Lu nyanyi, ya, tadi? Tumben banget.”

“Hahaha iya. Cocok ga gue nyanyi?”

“Lu cocok ngapain aja, Dim.” Tanpa sadar Gita mengatakan hal yang memalukan baginya. Ia segera memalingkan wajahnya ke arah jendela.

Sama halnya dengan Dimas. Mukanya memerah bak tomat yang telah matang. Tiba-tiba teringat mengenai jawaban dari sang wanita akan perasaannya, pikiran Dimas jadi kacau tak karuan. Sudah seminggu ia digantung oleh Gita, tapi pria ini tidak ada nyali untuk menanyakan perihal tersebut. “Argh.”

“Eh? Kenapa, Dim?” Gita segera menoleh ke arah sang adam yang sedang fokus menyetir itu.

“Gapapa, kok. Kita dengerin lagu aja, ya? Mau request lagu apa?”

“Cigarettes After Sex – Affection.”

“Hahaha okay.”

Tiap kali mendengar alunan lagu dari band favoritnya, pikiran Gita menjadi tenang seketika. Ia menutup kedua matanya untuk menghayati lagu yang sedang diputar itu. Jarinya bergerak mengikuti irama. Mulutnya bergumam melantunkan lirik lagu tersebut.

Dimas yang sedari tadi mencoba fokus untuk melihat jalan yang sudah gelap, menoleh sekilas ke arah gadis di sampingnya. Tak disadari, kedua sudut bibir Dimas tersungging ke atas. Pikirannya segera memulih. Hanya melihat gadis kesukaannya senang saja, ia merasa lebih tenang.

Keduanya terdiam sambil meresapi lagu band favorit mereka. Asik dalam dunianya masing-masing. Wangi kopi dari pengharum mobil Dimas mendukung suasana nyaman saat itu. Gita yang merasa dirinya terlarut dalam lagu, segera membuka kedua matanya dan membalikkan tubuhnya ke arah Dimas. Ditatapnya pria itu lekat-lekat. Ia memperhatikan lelaki di sampingnya dengan seksama. Gaya rambut comma hair, yang ditata melengkung sempurna ke samping kanan dan kiri. Kaus putih dipadu dengan celana jeans berwarna khaki. Sepatu adidas Stan Smith berwarna putih dengan corak hitam. Wajahnya yang terlihat sangat menawan ketika sedang berkonsentrasi. Tubuhnya yang proporsional. Semua terlihat sempurna. Gita memikirkan betapa beruntungnya ia apabila berpacaran dengan lelaki yang tidak ada cacat di matanya. Padahal hari itu merupakan hari yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang diberikan Dimas di dalam scrapbooknya. Namun, dikarenakan Gita terburu-buru saat merapihkan barang-barangnya ketika hendak berangkat ke kampus, ia lupa membawa kertas yang telah diisinya itu.

Merasa dirinya diperhatikan oleh orang di sampingnya, Dimas menoleh ke arah Gita. “Kenapa, Git? Ada yang aneh, ya?”

“Eh? Engga, kok.”

“Dim…” Sejujurnya Gita ingin mengatakan bahwa ia bersedia menjadi pacar pria itu secara langsung, tetapi ia tidak sanggup mengungkapkannya karena baru memanggil nama sang pujaan saja jantungnya berdetak tak karuan. Gita mengurungkan niatnya dan berniat mencari waktu lain yang tepat untuk mengatakannya.

“Iya, Git? Kenapa?” Pikiran Dimas menjadi tak karuan. Dirinya berharap Gita bisa menjawab perasaannya saat itu. Ia menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Gita selanjutnya. Semoga kali ini adalah kata-kata yang ia harapkan.

Tidak tahu harus menjawab apa, Gita yang sudah kepalang pusing menjawab asal dari pertanyaan Dimas barusan. “Ehh lu tau ga keju mozzarella khas malang yang terkenal di Instagram itu?”

Ada sedikit rasa kecewa mendengar kalimat Gita barusan. Namun, Dimas tidak ada hak untuk memaksakan perasaan orang lain. Lalu ia menanggapi perempuan itu seperti biasa. “Keju mozzarella?”

“Iyaa. Khas malang. Yang viral di IG, loh.”

“Gue kan ga main IG.”

“Lo ga punya IG? Kok bisa, sih?”

“Dulu punya, tapi lupa password jadi ga bisa gue buka lagi deh.”

“Ih, payah. Padahal fiturnya keren-keren, loh.”

“Mana coba liat.”

“Nih. Coba aja.”