Last Goodbye

yourswagbae · Tiara Andini – Merasa Indah (Slowed Version)

diplay ya lagunya supaya lebih menghayati

Setelah Brian menunggu sekitar 5 menit di depan rumah Gita, sang pemilik rumah akhirnya keluar.

“Maaf, ya, tadi high heels gue ilang satu. Jadinya gue ganti pake wedges aja deh,” ucap Gita sambil memasuki mobil.

“Iya, gapapa. Lagian masih ada waktu 30 menit sebelum acaranya dimulai,” balas Brian sembari menginjak gas secara perlahan.

Selama diperjalanan, keduanya tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Suasana di mobil saat itu sungguh hening, hanya terdengar nyanyian dari radio yang diputar oleh Brian.

Brian melihat raut wajah Gita sekilas. Tampak tegang, panik, khawatir, sedih, bercampur menjadi satu. Sejak awal perjalanan, gadis itu memainkan kukunya. Tangan kiri Brian meraih tangan Gita, ia bermaksud untuk menyalurkan ketenangan dan memberikan sedikit kenyamanan untuk perempuan di sampingnya. “Git, everything is gonna be fine. Tuhan lagi nguji lu. One day lu pasti menemukan seseorang yang jauh lebih baik dari Dimas. Percaya itu.”

Gita hanya menunduk, ia tidak ingin merusak hiasan wajahnya dengan air mata karena mengasihani dirinya sendiri. Dirinya sungguh mencintai sosok yang bernama Dimas Prayoga. Sosok yang selalu menghiburnya dikala gundah, selalu menemaninya disaat yang lain meninggalkannya, selalu mengapresiasi sekecil apapun usahanya, dan selalu ada di manapun dan kapanpun Gita membutuhkannya. Kini, sosok itu perlahan menghilang. Tidak ada lagi sapaan setiap pagi, tidak ada lagi senyuman sehangat mentari yang dilontarkan Dimas untuk dirinya setiap hari, tidak ada lagi suara berat khas Dimas yang didengar tiap malam melalui telepon genggamnya. Takdir begitu kejam, pikirnya. Baru saja Gita merangkai suatu kebahagiaan, tiba-tiba saja dihancurkan oleh kenyataan.

Begitu sampai di tempat pernikahan Dimas dan Citra, Brian bertegur sapa dengan beberapa kerabat kuliahnya, sama halnya dengan Gita. Keduanya duduk di bangku tamu untuk menunggu akad pernikahan dimulai. Gita menghela napas panjang ketika mempelai pria wanita tiba. Keduanya duduk berhadapan dengan penghulu dan wali nikah.

Mata Gita terasa perih, dirinya tak sanggup lagi menahan rasa sesak di dalam dada. Jemarinya erat memegang kain yang menutupi dadanya. Tubuhnya mulai gemetar. Kini ia tidak bisa lagi menahan air matanya.

Saat ijab qabul selesai dibacakan, seluruh orang di dalam ruangan itu berbahagia kecuali Gita. Hancur semesta gadis itu dalam sekejap. Tidak ada lagi ruang kebahagiaan yang tersisa di dalam dirinya. Gita mencoba untuk melihat ke arah pengantin yang sedang duduk di atas pelaminan. Kemudian ia mulai berbisik pada dirinya sendiri. “Kenapa kita dipertemukan padahal kita tidak mungkin bersatu, Dim? Kau telah terikat janji dengannya, sedangkan aku menatap pilu melihat kau berdiri bersama wanita lain. Terkadang aku berkhayal 'seharusnya aku yang berdiri di sana bersamamu. Kau ucapkan janji suci di depan khalayak banyak. Kemudian jadilah kita sepasang insan yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun.' Namun, itu semua tinggallah angan-angan semata. Satu hal yang harus kau tahu, aku sangat mencintaimu. Teramat dalam sampai aku lupa untuk mencintai diriku sendiri. Aku tidak pernah menyesal telah mengenalmu, Dim. Kamu memberikan warna pada hidupku yang kelam ini. Kamu menjadi sumber kebahagiaan dan semangatku untuk terus menjalani hidup. Kini aku harus merelakan kepergianmu. Semoga kamu bisa bahagia selalu.”

Gita mengulaskan senyuman di wajahnya. Ia mencoba mengikhlaskan Dimas dengan orang lain. “Kepada wanita pendamping hidupmu, aku mohon jaga Dimas. Jangan biarin dia kesepian, jangan sampai dia sedih. Kamu beruntung. Sangat amat beruntung. Jangan sia-siakan Dimas ya? Dia sangat berharga,” batin Gita. Perempuan itu bangkit dari tempat duduknya. Bukannya ikut menyalami kedua pengantin, Gita membalikkan tubuhnya dan keluar dari ruangan tersebut. Gadis itu tidak sanggup apabila harus berhadapan dengan Dimas. Brian tidak berkomentar apa pun, ia hanya mengikuti ke mana Gita beranjak.

Dari atas pelaminan, Dimas melihat kepergian Gita. Dirinya tidak sampai hati melihat gadis pujaannya terlihat begitu merana. Di dalam lubuk hati Dimas, tersimpan kesedihan serta kehancuran yang mendalam, menyadari dirinya tidak bisa hidup berdampingan dengan orang yang dicintainya. “Maaf, Git. Semesta memang menginginkan kita bertemu, tapi bukan bersatu. Semoga kamu mendapatkan lelaki yang terbaik, ya. I still love you even now.”