hurt

Ezra melaju dengan kecepatan di atas batas normal. Pikirannya sangat kacau. Pasalnya dia baru saja melakukan kesalahan fatal yang membuat nama grupnya menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat. Memang saat di panggung, konsentrasi Ezra sudah buyar mengingat Andini dan ibunya saat ini. Lelaki itu sangat mengkhawatirkan sosok gadis yang biasa ia panggil Andi. Ia tidak sanggup apabila melihat gadis itu runtuh.

Sesampainya di rumah sakit, Ezra segera menuju ruangan di mana ibu Andini di rawat. Saat membuka pintu kamar, lelaki itu melihat Andini sedang meringis meratapi nasib perempuan paruh baya yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Tidak sampai hati Ezra melihat pemandangan itu. Hatinya seperti ditusuk oleh tombak. Tangannya lemas seperti orang yang belum makan satu bulan. Ini kedua kalinya ia menyaksikan air mata Andini mengalir di wajah cantiknya.

Ezra memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan. Ia melangkahkan kakinya perlahan sampai akhirnya dirinya berada tepat di samping Andini.

“An…”

Andini yang sadar akan kehadiran Ezra segera bangkit dari tempat duduknya. Ia memeluk erat tubuh Ezra, membiarkan baju lelaki itu basah karena air matanya.

“An… it’s okay. Gue di sini sekarang. Lu boleh bagi rasa sedih lu sama gue, ya? Gue yakin ibu bakal segera sadar,” ucap Ezra pelan sembari mengelus punggung Andini lembut.

“Gue takut, Zra. Gue ga mau ibu kenapa-napa.” Andini mengeratkan pelukannya. Ezra bisa merasakan ketakutan yang dirasakan Andini. Tubuh gadis itu bergetar. Tangannya meremas bagian punggung jaket milik Ezra. Saat itu, Ezra hanya bisa menenangkan Andini sebisa mungkin. Pikirannya terfokus hanya untuk gadis itu. Seakan-akan dunianya berputar mengelilingi Andini.