Ezra's pov
“Kak Ali? Ngapain di situ? Aku cariin dari tadi, loh”
Seketika tubuhku tidak bisa bergerak. Pikiranku membuncah. Jujur saja, emosi yang kian menumpuk hampir meledak saat itu. Kayanya ada yang salah sama isi otaknya cewe itu?
“Kak?” perempuan yang bahkan aku tidak sudi menyebut namanya itu berusaha meraih tanganku untuk mengarah kepadanya.
“Kak? Yuk, pulang!”
Aku hanya bisa menghela napas mendengar suaranya. Aku sangat benci kehadirannya. Sungguh. Sampai-sampai aku tidak bisa mennggambarkan seberapa bencinya aku kepada perempuan itu.
Aku tidak membalas sapaannya. Aku segera keluar dari salon dengan perasaan yang sangat kecewa. Hari ini seharusnya Andini bisa berbaikan denganku. Aku hanya ingin Andini tahu bahwa lagu yang ku nyanyikan itu untuk dirinya. Aku ingin Andini tahu bahwa aku masih berharap kami bisa bersama kembali.
Baru beberapa langkah aku keluar dari salon, perempuan itu menahan langkahku. Masih saja ia kekeh dengan sandiwara yang hendak dibuat seluruh staf untuk kami berdua. Berkali-kali aku menolak hal konyol itu. Aku berusaha sesabar mungkin menghadapinya. Kalau saja aku bukan seorang idol, mungkin perempuan ini sudah aku geprek.
Sudah lebih dari 5 menit perempuan itu berbicara tanpa henti, aku hanya bisa berkacak pinggang sambil mendengarkan omong kosongnya.
“Gue yakin lo setakut itu sama pihak agensi, apalagi lo baru debut. Pasti lo berpikir apa pun keputusan agensi, itu pasti yang terbaik. No. Itu salah besar. Agensi cuma mentingin keuntungan buat mereka. Udahlah, hidup sendiri-sendiri aja. Ga usah ngerepotin urusan gue—”
“Aku suka sama Kak Ali.”
Saat perempuan itu menyatakan perasaannya, entah kenapa diriku langsung terdiam seakan-akan mulutku tiba-tiba dikunci.
Perempuan itu menunduk, tubuhnya gemetar. Aku bisa melihat air mata yang berjatuhan ke tanah. Aku melihat ke sekitar, semua orang memerhatikan kami. Aku tidak mau orang-orang salah paham. Ku raih tangannya dan ku ajaknya masuk ke mobil.
Melihat perempuan menangis di hadapanku, tentu saja aku tidak tega. Selembar tisu aku ulurkan kepadanya. Aku benci situasi ini, di mana aku tidak tahu harus melakukan apa.
Aku hargai perasaannya, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku masih sangat menyukai Andini. Perasaanku masih tetap sama sejak 2 tahun lalu.