Can’t Get Over You

Tak lama dari kehadiran Talita, tiba-tiba saja ponsel Andini bergetar. Andini segera mengambil gawai pintarnya itu untuk melihat notifikasi yang masuk. Yang awalnya wajah Andini terlihat kecut, kini setelah membaca nama yang tertera di sana, wajahnya menjadi ceria bak anak kecil yang diberikan mainan oleh orang tuanya.

“Din,” panggil Risa dengan suara lantangnya.

Yang dipanggil tidak merespon, kepalanya malah tertunduk fokus ke layar ponselnya.

“Dini!” panggil Risa sekali lagi sembari menggoyangkan pundak Andini.

“Eh? Iya iya, why? What’s up?”

“Lah? Malah nanya kita. We’re supposed to ask you that. Daritadi diem aja sambil cengengesan,” timpal Talita.

“Oh, gapapa kok.”


Dari kejauhan, tampak sepasang mata tak henti-hentinya memandang Andini. Tangan kanannya menopang dagunya yang terasa berat seperti tas sekolah siswa SMA.

“Woi, Ster! Lu kenapa, sih, dari tadi? Bengong aja.”

Chandra mengikuti arah pandangan Ezra. Dia paham apa yang sedang Ezra perhatikan dari awal mereka duduk di restoran tersebut.

“Si onoh, ya?” tanya Azriel sambil mengarahkan dagunya ke arah Andini.

“Yaelah masih aja dah.” Lino, yang telah lelah menghadapi temannya yang gagal move on, memutar bola matanya tidak peduli.

Chandra menarik napas dan membuangnya kasar. “Wahai Alister yang katanya fansnya banyak. Ya…walaupun masih banyakan fans gue, sih. Tolong banget sadar deh! Itu lu liat sendiri, kan? Pas lagi ngumpul aja, dia malah bales-balesan pesan sambil senyum-senyum gitu. Tandanya apa? Ya, betul! Dia udah ada pengganti lu. Sekarang giliran lu yang cari pengganti.”

Semuanya di sana sibuk mengurus Ezra yang sedang di fase buta akan cinta yang sudah layu. Emosi teman-teman pria itu sudah tak tertampung lagi karena yang diberi nasihat tidak mengindahkannya. Sementara Vano, yang dari tadi memilih untuk tidak terlibat masalah temannya itu, diam-diam memperhatikan lelaki di depannya—Gio.

“Kenapa dia dari tadi sibuk sama hpnya sendiri, ya?